Saktah...
Diam tak berbicara
Tak bernafas dalam jeda
Menahan hela atas suara
Terbungkam udara di dalam dada
Diam, saktah
Sela waktu dua kata
Tanda mati di atas hidup
Al-Faruq,150409
Selasa, 14 Februari 2012
Rabu, 18 Januari 2012
Karisma (ku)
Berawal dari tak nyamanku ketika menaikinya. Tanganku selalu bergoyang –goyang tak tahu kenapa, karena mungkin aku kurang paham dengan segala tentang mesin, aku menanganinya hanya dengan menengok-nengok berbagai sudut yang tak juga kutemukan sudut mana jawaban ketaktahuanku. Sehari, dua hari, tiga hari dan terus berlanjut entah sampai berapa hari aku tak sempat menghitungnya. Kedatangan kakakku pun menanyakan soal masalah yang sebenarnya sudah kuketahui, mesin motorku. Ia menyarankan agar segera membawa ke rumah sehat motor alias bengkel motor, tapi aku masih belum sempat atau entah aku malas menandanginya. Sejak kepulangan kakakku ke rumah, dan aku masih tetap di sini, Jogja. Seperti anak cupu yang baru bisa naik motor dan masih pobia keramaian, ya, aku hanya berani menaiki motor bebekku dengan kecepatan hanya 20km/h. keadaan seperti ini saja masih kupertahankan, masalah apa yang kuhadapi kenapa tak segera aku membawa bebek bermesinku ke bengkel? Tentu kau tahu sendiri, nasib anak perantauan. Yah, masalah itu.
Walhasil, suatu hari aku benar-benar tak tega dengan bebek bermesinku yang kusayang. Aku kembali mengingat empat tahun silam, sejak tahun pertama aku menginjakkan kaki di tanah yang kusebut ia ‘kampus’. Universitas Negeri Yogyakarta Karangmalang Yogyakarta. Mengingat perjuangan kala itu sama saja mengudal masa lalu. Sejak aku mencari informasi, mendaftar, tes, diterima, dan ‘sah’ menjadi mahasiswa, aku ditemani pendekarku ini, Kaka (Karisma) hehehe
Entahlah, ia sesuatu bagiku. Kawan berjuang, kawan berkelana, kawan pulang, hingga kawan mencari pengalaman. Jika satu penyakit menghampirinya, keinginan segera member pertolongan pertama ingin selalu kulakukan. Tapi apa daya jika keadaanku sendiri tak memungkinkan, (soal itu lagi). Tapi tak apalah, namanya juga hidup penuh liku, biar banyak cerita, banyak kenangan. Yang pasti hari ini dia sudah sehat dari sakitnya, yang hampir saja akan fatal jika tak diurus. Maafkan aku Kaka hihii (biarin kalo dianggap lebay). Yang jelas, Karisma tanpa tanda jasa hehehe
Beberapa wajahnya di Rumah Sehat Motor hari ini....
tinggal kerangkanya, dua roda lepas sudah |
nasibe stang Karisma |
roda motorku di stel |
Selasa, 17 Januari 2012
luru suluh senthir
bebayane lara
senajan amung obahing lathi,
krungune kuping.
nanging bisa nyesekke dhadha nggegirisi ati
nggresula ora ana guna,
njaluk ngapura ning wis kadhung gela
bubrah...bubrah...
lakuning sikil bisa dipeksa
lakuning raga nggawe rekasa
lakuning jiwa aja nganti sulaya
mecah kenthongan ngundhuh banyu
senajan amung obahing lathi,
krungune kuping.
nanging bisa nyesekke dhadha nggegirisi ati
nggresula ora ana guna,
njaluk ngapura ning wis kadhung gela
bubrah...bubrah...
lakuning sikil bisa dipeksa
lakuning raga nggawe rekasa
lakuning jiwa aja nganti sulaya
mecah kenthongan ngundhuh banyu
Kisah Kambing Gaul & Kambing Ireng
seekor kambing berjenggot cepak iri kepada kambing yg berjenggot panjang.
suatu hari ada seekor kambing jalan-jalan di pesantren, tapi dia gak jadi karena banyak yang punya jenggot panjang di pesantren. Jadi kambing itu lebih memilih ke salon. Nah di salon itu, dia mengcreambath jenggotnya yang panjang itu, bahkan jenggotnya juga di rasta ala Bob Marley.
Setelah itu dia jalan-jalan ke sawah dengan pede dan 'nggaya' bak model Afrika. Nah di sisi lain, di sepetak sawah ada kambing dengan pacarnya asyik memadu rindu, tapi kambing cewek ini tiba-tiba berlari mendekati si kambing model tadi. Nah si kambing sawah merasa sedih dan aneh. Kemudian dia berfikir kenapa pacarnya lari ke kambing model itu, kemudian dia meraba seluruh tubuhnya, baru kemudian dia tahu bahwa jenggotnya pendek ditambah kriting dan nggak artistik blas!. Akhirnya dia mengalah dan mendesah pada Tuhan :
Kambing :'Tuhan kenapa jenggotku tidak panjang, coba kalau jenggot saya panjang kan jg bisa seperti dia bahkan dapat pahala karena ikut sunnah nabi"
Tuhan : "Malah kamu yang dapat pahala, dan dia masuk neraka!"
Kambing : 'lha kenapa Tuhan?'
Tuhan : "Karena dia memakai jenggot dengan sombong dan riya'..'
Kambing : "Tapi kan dia dapet cewek.."
Tuhan :'lha kamu mau dapet pahala karena ikhlas, atau dapet cewek karena sunnah nabi...
Kambing bingung....
Kambing berjenggot cepak tadi terus memikirkan teguran Tuhan, ia terus merenung di tepi sawah yang tak terasa sudah mulai gelap. Ia sudah tak melihat kambing berjenggot klimis dan pacarnya lagi, mungkin sudah memadu kasih ketika ia berkeluh kesah dengan Tuhan.
Kambing: "Kenapa aku harus memiliki jenggot panjang?" kambing bertanya pada dirinya yg semakin bingung. mengapa Tuhan tak memberiku jenggot panjang padaku, tp memberi jenggot panjang pada kambing 'abang' (karena bulu kambing model itu kebanyakan merah)
kambing terus berkeliaran merenungi pernyataan Tuhannya.
Kambing: "Tapi mengapa Tuhan membiarkan kambing 'abang' itu khilaf?"
Karena lelah berfikir ia memutuskan pulang ke kandang, pelan ia berjalan karena hari sudah maghrib.
Sesampainya di kandang ia dikejutkan sesuatu karena ternyata ibunya sedang bersama kambing 'abang' tadi
kambing (ireng):"Sialan, belum puas ia merebut pacarku malah ibuku dilalapnya" gumamnya dalam hati memendam kemarahan...
Kambing ireng masih kesal dengan tingkah laku kambing model sialan yang dua kali mematahkan hatinya dalam satu waktu.
Kambing ireng:"ASEM!!! siapa sih dia, kambing ngga waras, edan, gendeng, sontoloyo!!!" kambing ireng masih terus mengumpat, kemarahannya tak tersalurkan.
"Ono opo to le??" suara lembut dari belakang menghentikan teriakan serapahnya. "Ibu..." gumamnya dalam hati
"Ono opo awakmu kok nggremeng kaya gitu?" ibunya dengan halus bertanya dan mendekat penuh kasih. Ah ibu membuatku salah tingkah, tak tega aku mengungkapkan kedongkolanku. Aku diam.
"Ya sudah sana temani adik-adikmu" pinta ibu kambing dengan lirih, kambing ireng hanya manut. sepanjang jalannya ia merasa heran, kenapa ibu tak melihat kemarahanku pdanya? aku marah pada ibu? kaenapa aku harus marah pada ibu, bukankah seharusnya aku memaki-maki kambing model gagal itu?? ah kmbing ireng semakin resah.
"Kurang ajar, aku bingung pusing hanya gara-gara kambing model sialan itu, awas kau!!!"
suatu hari ada seekor kambing jalan-jalan di pesantren, tapi dia gak jadi karena banyak yang punya jenggot panjang di pesantren. Jadi kambing itu lebih memilih ke salon. Nah di salon itu, dia mengcreambath jenggotnya yang panjang itu, bahkan jenggotnya juga di rasta ala Bob Marley.
Setelah itu dia jalan-jalan ke sawah dengan pede dan 'nggaya' bak model Afrika. Nah di sisi lain, di sepetak sawah ada kambing dengan pacarnya asyik memadu rindu, tapi kambing cewek ini tiba-tiba berlari mendekati si kambing model tadi. Nah si kambing sawah merasa sedih dan aneh. Kemudian dia berfikir kenapa pacarnya lari ke kambing model itu, kemudian dia meraba seluruh tubuhnya, baru kemudian dia tahu bahwa jenggotnya pendek ditambah kriting dan nggak artistik blas!. Akhirnya dia mengalah dan mendesah pada Tuhan :
Kambing :'Tuhan kenapa jenggotku tidak panjang, coba kalau jenggot saya panjang kan jg bisa seperti dia bahkan dapat pahala karena ikut sunnah nabi"
Tuhan : "Malah kamu yang dapat pahala, dan dia masuk neraka!"
Kambing : 'lha kenapa Tuhan?'
Tuhan : "Karena dia memakai jenggot dengan sombong dan riya'..'
Kambing : "Tapi kan dia dapet cewek.."
Tuhan :'lha kamu mau dapet pahala karena ikhlas, atau dapet cewek karena sunnah nabi...
Kambing bingung....
Kambing berjenggot cepak tadi terus memikirkan teguran Tuhan, ia terus merenung di tepi sawah yang tak terasa sudah mulai gelap. Ia sudah tak melihat kambing berjenggot klimis dan pacarnya lagi, mungkin sudah memadu kasih ketika ia berkeluh kesah dengan Tuhan.
Kambing: "Kenapa aku harus memiliki jenggot panjang?" kambing bertanya pada dirinya yg semakin bingung. mengapa Tuhan tak memberiku jenggot panjang padaku, tp memberi jenggot panjang pada kambing 'abang' (karena bulu kambing model itu kebanyakan merah)
kambing terus berkeliaran merenungi pernyataan Tuhannya.
Kambing: "Tapi mengapa Tuhan membiarkan kambing 'abang' itu khilaf?"
Karena lelah berfikir ia memutuskan pulang ke kandang, pelan ia berjalan karena hari sudah maghrib.
Sesampainya di kandang ia dikejutkan sesuatu karena ternyata ibunya sedang bersama kambing 'abang' tadi
kambing (ireng):"Sialan, belum puas ia merebut pacarku malah ibuku dilalapnya" gumamnya dalam hati memendam kemarahan...
Kambing ireng masih kesal dengan tingkah laku kambing model sialan yang dua kali mematahkan hatinya dalam satu waktu.
Kambing ireng:"ASEM!!! siapa sih dia, kambing ngga waras, edan, gendeng, sontoloyo!!!" kambing ireng masih terus mengumpat, kemarahannya tak tersalurkan.
"Ono opo to le??" suara lembut dari belakang menghentikan teriakan serapahnya. "Ibu..." gumamnya dalam hati
"Ono opo awakmu kok nggremeng kaya gitu?" ibunya dengan halus bertanya dan mendekat penuh kasih. Ah ibu membuatku salah tingkah, tak tega aku mengungkapkan kedongkolanku. Aku diam.
"Ya sudah sana temani adik-adikmu" pinta ibu kambing dengan lirih, kambing ireng hanya manut. sepanjang jalannya ia merasa heran, kenapa ibu tak melihat kemarahanku pdanya? aku marah pada ibu? kaenapa aku harus marah pada ibu, bukankah seharusnya aku memaki-maki kambing model gagal itu?? ah kmbing ireng semakin resah.
"Kurang ajar, aku bingung pusing hanya gara-gara kambing model sialan itu, awas kau!!!"
Rabu, 11 Januari 2012
Tahun Baru
Semua berpesta dan seolah merasa bahagia. Seharusnya tak harus menyembunyikan kegelisahan yang selalu menderu menghantui perasaan satu demi satu orang yang merayakan pergantian tahun malam ini. Hampir setiap tangan memegang benda berbagai bentuk, selalu dan selalu benda ini dianggap sirine untuk menandakan bahwa pesta dimulai. Kreatif juga para penjual yang maraup untung di momen yang dianggap special, tahun baru. Dengan segala kemampuan tangan mereka, para penjual membuat berbagai bentuk alat bunyi ini, mulai dari bentuknya yang wajar dengan pangkalnya runcing dan ujunganya lebar dan diselipi sesenti dua senti batang bambo kecil yang menghasilkan bunyi jika ditiup, hingga kertas-kertas bahan pembuat benda ini dilenggak-lenggokkan dan membentuk berbagai wujud yang lucu dan bagus. Inilah, terompet.
Hampir semua orang menganggap malam satu januari sebagai malam yang istimewa hingga saban malam itu banyak orang yang mengagendakan apa yang akan mereka lakukan untuk menikmati malam pergantian tahun. Hingga para santri yang mau tidak mau tetap harus berada di dalam pesantren meski di malam tahun baru hanya bisa memandangi langit lepas di atas bangunan pesantren mereka gemerlapan kilatan-kilatan cahaya, dengungan terompet yang bersahut-sahutan dengan tetap berada di dalam pesantren. Tak sedikit para santri mendesahkan kegelisahan, keingingan, kekecewaan mendalam karena mereka hanya bisa menikmati malam tahun baru mereka dengan sederhana; dengan melihat dan mendengar keriuhan orang-orang di luar gedung mereka.
di balik meriahnya kembang api |
“Semua santri, turun! Semua santri, turun!” teriakan seorang pengurus pesantren membuyarkan santri-santri yang berada di alam terbuka lantai tiga pesantren sekedar untuk melihat kelap kelip kembang api.
“Ada apa, mbak?”
“Semua berkumpul di aula pesantren, sekarang!” teriakan tegas dari seorang keamanan seketika menyigapkan para santri dan berhamburan menuju aula.
“Ada apa sih?” bisik-bisik para santri yang tidak tahu menahu kenapa kesempatan malam tahun baru mereka harus dirusak dengan teriakan seorang keamanan. Beberapa santri meresa tambah kecewa karena kesempatan meliahat cantiknya kembang api harus terpotong dan berganti dengan acara kumpul mendadak di aula.
“Semua sudah berkumpul?” wanita yang sudah dikenal dengan wajah garangnya menyapu semua titik sudut ruangan. Keinginan menjawab ‘iya’ seketika sirna dan hanya sebatas anggukan kepala serempak.
Semua diam, dan hening.
Sosok ibu yang penuh kasih dan cinta sudah berada di antara santri. Wajah para santri yang semula cerah karena sempat menikmati suasana tahun baru walau hanya beberapa menit, juga para santri yang menyimpan rasa kesal pada para keamanan yang mengobrak-abrik momen malam tahun mereka, seketika hilang dan berganti rasa sedih dan sendu.
“Bunda minta maaf jika telah mengganggu malam tahun kalian. Bunda tiba-tiba ingin bersama kalian di malam tahun baru yang kalian bilang momen bahagia..”
Tak ada yang berani berkata-kata, tiba-tiba semua terperangkap rasa sedih gelisah. Rintihan hati terdengar bernyanyi. Wajah bunda yang begitu teduh, kasih dan saying beliau pada siapa saja membekukan tawa dan canda para santri.
“Malam tahun baru tidak harus dirayakan dengan pesta kembang api” semua menunduk.
“Justru, di malam tahun baru ini seharusnya kita lebih banyak berdiam diri dan bertafakur pada Ilahi, nak. Bunda tidak melarang kalian turut menikmati riuhnya pesta terompet dan kembang api, tapi ada yang lebih penting yang harus kalian perhatikan.” Perasaan bersalah tiba-tiba merayapi hati satu demi satu santri yang meresapi perkataan bunda mereka.
“Tetaplah berdo’a, berikhitar untuk menjadi lebih baik. Renungi apa makna kehidupan yang sesungguhnya. Gusti akan lebih senang melihat hamba-Nya jika lahir dan batin dekat dengan-Nya, nak. Carilah sesuatu untuk kemandirian hidupmu, bagaimana seharusnya kalian menjadi insan yang tidak hanya cantik secara fisik.”
“Kesejatian hidup akan memberi tahu kalian sampai mana kalian telah melangkah dan menjalani sekian tahun yang kalian lewati. Perhatikanlah, telitilah dan berhati-hatilah. Bunda akan selalu bersama kalian selama kalian masih bersama dengan keyakinan kalian.”
Bunda berdiri dari duduk timpuhnya, dan meminta dua orang untuk menyangga badan beliau.
“Satu hal, anak-anakku. Jika bunda tidak lagi bersama kalian, bunda harap kalian masih memegang apa yang kalian yakini dengan Gusti kita. Bunda selalu menjaga kalian meski tidak secara lahir. Jaga semua yang kalian miliki, anak-anakku yang tersayang. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh”
Dengan tertaih bunda dibopong oleh kedua perempuan berjilbab yang sudah sangat dikenal sebagai abdi bunda nyai. Para santri masih terdiam membisu, dada tiba-tiba terasa penuh dan sesak. Air mata tak bisa dicegah. Satu kali lagi bunda memberi wejangan, namun kali ini berbeda,
“Semua santri dipersilakan meninggalkan aula.” Suara keamanan yang tadinya lantang dan tegas, kini pun terdengar pecah dan serak. Wajahnya pun tak lagi sangar. Semua santri dengan tertib meninggalkan aula dengan perasaan berkecamuk.
“Bunda…..” suara yang sangat akrab di telinga para santri tiba-tiba memekkan telinga. Belum ada lima menit sejak bunda kembali ke ndalem beliau. Salah seorang abdi bunda keluar ndalem dan berlari menuju aula. Dengan menangis sesenggukan dia berteriak.
“Semua santri kembali ke aula. Semua santri kembali ke aula” suara seraknya tak lagi mampu menguasai aula yang mulai gaduh dan merasa ada sesuatu yang membuat cemas. Para pengurus mengkondisikan agar semua santri kembali ke aula.
“Innalillahi wainnailaihu roji’un” dengan suara terbata-bata mbak Iis memulai berucap di depan santri. Beberapa pengurus sudah berhamburan sigap mengatasi keadaan. Semua santri cemas dan gelisah.
“Teman-teman santri yang tersayang…” mbak Iis diam, bibirnya kelu. Tak henti-hentinya ia mengusap linangan air mata yang tak mau berhenti mengalir.
“Semua santri dimohon tabah dan mengikhlaskan. Semua dimohon berdo’a untuk bunda kita. Bunda telah meninggalkan kita..” Ketua pesantren dengan mimik muka tegar menyambung ucapan mbak Iis. Seketika aula hujan tangis. Dalam suasana sendu, semua santri dibagi tugas untuk persiapan segala sesuatu untuk penghormatan bagi bunda mereka.
Bunda, malam tahun baru kami terasa sangat berbeda dan mengesankan. Terima kasih, bunda. Kau telah bersama kami mala mini. Terima kasih juga, bunda. Semua petuahmu akan kami genggam dan menjadi pegangan kami, anak-anakmu. Terima kasih, Gusti. Engkau telah memberikan kami bunda yang terbaik. Salam saying kami untukmu, bunda nyai.
Pelangi, 31 Desember 2011
Ring Langit
Kaprataksan linuwih dadya ala
Lalarasan manahn awah manambaya
Muwus Sang Hyang Widi
Wididarya kang setya kasambadan
Sataresmi kathah manglayang
Ring langit
Sang Wididarya bagya suka
mogha ta samadi ring ekaning wengi
Lalarasan manahn awah manambaya
Muwus Sang Hyang Widi
Wididarya kang setya kasambadan
Sataresmi kathah manglayang
Ring langit
Sang Wididarya bagya suka
mogha ta samadi ring ekaning wengi
Langganan:
Postingan (Atom)